SUAMI TERBAIK…

Ilustrasi ; suami terbaik… Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *) HalaQah - Jika seorang wanita yang belum menikah ditanya "bagaimanaka...

Ilustrasi ; suami terbaik…
Oleh : Ahmad Hasanuddin Umar *)

HalaQah - Jika seorang wanita yang belum menikah ditanya "bagaimanakah kriteria suami terbaik...?" atau jika yang ditanya dengan pertanyaan yang sama adalah para wanita yang sudah menikah, bahkan, ketika pertanyaan itu juga dilontarkan kepada kaum Adam, baik yang sudah menikah atau yang masih perjaka, tentu akan banyak sekali jawaban yang terucap dari lisan mereka. Satu bukupun mungkin tak akan cukup untuk menuliskan list tentang kriteria suami terbaik menurut cara pandang mereka.

Tulisan ini tidak hendak mengeksplorasi cara pandangan mereka tentang siapakah suami terbaik itu, yang akan saya paparkan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah kriteria suami terbaik berdasarkan apa yang saya baca dari sebuah kitab bagus dan sepertinya kitab ini belum begitu populer ditengah-tengah kita.

Kitab "Riyadhus Shalihat ; Quthufun Tarbawiyatun Min Bustanin Nubuwwah" karya Syeikh Badawi Mahmud as-Syeikh, didalamnya terdapat satu penjelasan menarik tentang bukti kebaikan seorang suami, yaitu pada halaman 24-25, bab tersebut diberi judul "Fil Burhaan 'alaa al-Khairiyah fir Rijaal" yang artinya kurang lebih "Bukti adanya Kebaikan Pada Laki-laki (suami)".

Secara ringkas, kesimpulan yang bisa saya sarikan dari pembahasan kitab tersebut adalah bahwa tanda atau indikasi kebaikan seorang suami terdapat pada 3 point, apa saja ketiga point tersebut…? Ini penjelasannya ;

1. SUKA BERBUAT BAIK KEPADA ISTRI.

Suka berbuat baik kepada istri merupakan bagian dari kesempurnaan iman seseorang, dan Rasulullah adalah orang yang paling baik serta paling lembut kepada istrinya, bercanda dengan istrinya, dan mempergaulinya dengan penuh cinta dan kebaikan.

Gambaran kebaikan Nabi SAW kepada istrinya, dijelaskan dengan gamblang dan ringkas misalnya dalam kitab "Muhammad ; al-Insaan al-Kaamil" karya as-Sayyid Muhammad 'Alawiy Ibnu as-Sayyid Abbas al-Maliki al-Hasani pada halaman 205-206. Diantara kebaikan yang bisa dilakukan oleh seorang suami kepada istri adalah ; suka membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, suka memberikan hadiah kepada istrinya, suka mendengarkannya ketika berkeluh kesah, suka memanjakannya sesekali saja (kalau terus-terusan nanti jadi istri manja beneran, pusing deh kalau sudah kelewat manja), suka memijatnya ketika sedang kelelahan. Itulah diantara sebagian kebaikan yang bisa dilakukan seorang suami untuk istrinya.

Yang jelas kebaikan seorang suami kepada istri adalah bentuk akhlak mulia, dan akhlak yang mulia adalah cerminan kesempurnaan keimanan seorang hamba.

عَنِ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ. (رواه أحمد)

Artinya ; Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya." (HR. Ahmad)

2. SUKA MEMULIAKAN ISTRI

Laki-laki yang baik adalah mereka yang tidak menghinakan kaum wanita terutama ibu, istri dan anak wanitanya, juga tentu termasuk seluruh wanita yang ada dimuka bumi ini, selama mereka menjaga kehormatan dirinya dan mengikuti aturan-aturan Tuhannya Allah Subhanahu wa Ta'aala. Nabi SAW pernah bersabda ;

عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه، قيل عن النبي صلى الله عليه وسلم : ما أكرم النساء إلا كريم ولا أهانهن إلا لئيم." (رواه ابن عساكر في تاريخ دمشق و أبو القاسم علي الحسيني في فوائد المنتخبة)

Artinya ; Dari Ali bin Abi Thalib r.a ia berkata bahwa konon Nabi SAW pernah bersabda ;… "Tidaklah ada seorang laki-laki memuliakan wanita, melainkan dia adalah laki-laki mulia, dan tidaklah ada laki-laki merendahkan wanita kecuali dia adalah orang yang hina." (HR. Ibnu 'Asaakir dalam kitab Tarikh Dimasqa dan Abul Qasim Ali Al-Husaini dalam kitab al-Fawaid al-Muntakhobah)

Hadis ini juga disebutkan dalam kitab "al-Arbaiin fii Manaaqib Ummahaat al-Mu'miniin" halaman 108, sayangnya hadis diatas oleh Syeikh al-Albani dihukumi sebagai hadis palsu, hadis maudhu' yang penuh dengan dusta atas nama Nabi SAW sebagaimana yang beliau jelaskan dalam kitab "as-Silsilah as-Dha'iifah".

Kepalsuan hadis ini terletak pada rangkaian sanadnya, ada beberapa perawai yang bermasalah, diantaranya adalah ;

1. Seorang perawi yang bernama Ibrahim bin Muhammad al-Aslamiy, dia adalah pendusta (kadzdzab) berdasarkan keterangan dari Ibnu Ma'iin dan Ibnu Madiiniy.

2. Perawi lainnya yang dianggap bermasalah adalah orang yang bernama Abu Abdul Ghaniy al-Azdariy, dia tertuduh suka memalsukan hadis, dan Ibnu Asaakir sendiri melemahkannya, begitu juga Imam al-Hakim pengarang kitab "al-Mustadrak 'Alaa Shahiihaini".

Meskipun faktanya hadis diatas merupakan hadis palsu, tetapi tetap saja bahwa memuliakan wanita adalah perbuatan terpuji, banyak hadis yang derajatnya shahih berisi anjuran untuk memuliakan wanita, karenanya sikap memuliakan wanita (baca ; istri) adalah perbuatan terpuji dan sangat dianjurkan, bukan karena berdasarkan hadis diatas, akan tetapi berdasarkan hadis lain yang shahih, diantaranya adalah hadis berikut ini ;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ الْيَتِيمِ وَالْمَرْأَةِ. (أخرجه أحمد)

Artinya ; Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berdoa; "Ya Allah sesungguhnya aku tidak ingin mempersempit hak dua golongan yang lemah; anak yatim dan wanita." (HR. Ahmad)

Imam Nawawi menilai hadis ini dengan derajat shahih, seperti yang dikemukakannya dalam kitab Riyadhus Shalihin, begitu juga Syeikh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya "as-Silsilah as-Shahihah" hadis nomor 1015.

Hadis ini menurut penjelasan dari Imam al-Munawi dalam kitab "Faidhul Qadiir Syarh al-Jaami' as-Shaghir, adalah hadis yang mendorong para suami untuk bersikap lemah lembut kepada para wanita (; istri), dan janganlah para suami itu membebani istrinya dengan beban yang berlebihan, neban diluar batas kemampuan yang dimilikinya.

3. TIDAK PERNAH MEMUKUL ISTRI.

Dalam al-Qur'an, tepatnya QS. An-Nisa ayat 34 memang seorang suami diidzinkan untuk memukul istrinya sendiri, saat sang istri melakukan nusyuz atau pembangkangan kepada suaminya. Apa yang dimaksud dengan membangkang atau nusyuz…?

Kata nusyuz disebutkan dalam QS. An-Nisa ayat 34, dalam Tafsir al-Baghawi dijelaskan bahwa makna nusyuz adalah maksiat, asli makna dari kata nusyuz adalah at-takabbur (sombong) wal irtifaa' (tinggi hati). Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa wanita yang nusyuz adalah wanita yang tinggi hati (sombong) kepada suaminya, tidak mau melaksanakan perintah suaminya (alias tidak taat pada suami -pen), berpaling dari suaminya, membuat marah suaminya, inilah diantara indikator wanita atau istri yang nusyuz.

Betapa penting ketaatan seorang istri kepada suami, dan karena itu adalah hak suami atas istrinya, sampai-sampai saking besarnya hak seorang suami atas istrinya, Nabi SAW, seandainya beliau dibolehkan memerintahkan manusia untuk bersujud kepada manusia, niscaya beliau akan memerintahkan wanita bersujud kepada suaminya.

عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : لَا يَصْلُحُ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ وَلَوْ صَلَحَ لِبَشَرٍ أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ كَانَ مِنْ قَدَمِهِ إِلَى مَفْرِقِ رَأْسِهِ قُرْحَةً تَنْبَجِسُ بِالْقَيْحِ وَالصَّدِيدِ ثُمَّ اسْتَقْبَلَتْهُ فَلَحَسَتْهُ مَا أَدَّتْ حَقَّهُ. (رواه أحمد)

Artinya : Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam beliau bersabda: "Tidak boleh seorang manusia bersujud kepada manusia, dan jikalau boleh seorang manusia bersujud kepada manusia niscaya saya akan memerintahkan seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadapnya, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang suami memiliki luka dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengalirkan nanah atau darah kemudian sang istri menciumnya hingga menjilatinya, maka hal itu belum memenuhi seluruh haknya kepadanya." (HR. Ahmad).

*** ***

Karena besarnya hak suami atas istrinya inilah seorang suami diizinkan oleh Allah untuk memukul istrinya, khususnya ketika seorang istri berbuat nusyuz kepada suaminya. Tetapi ada riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi SAW pernah melarang para sahabat untuk memukul istri mereka, seperti yang diceritakan oleh sahabat Iyas bin Abdillah bin Abi Dzubab, bahwa Nabi SAW pernah mengatakan : "jangalah kalian pukul hamba-hamba Allah (istri-istri kalian)", kemudian Umar datang menghadap Nabi SAW, mengeluhkan bahwa para istri sudah berani kepada suami-suami mereka.

Akhirnya Nabi SAW memberikan keringanan kepada para suami untuk memukul mereka ketika para istri berani membangkang suaminya. Setelah fatwa itu disampaikan banyak wanita yang datang kerumah istri-istri Nabi SAW untuk mengeluhkan suami-suami mereka.

Setelah sekian banyak wanita datang kerumah keluarga Nabi SAW untuk mengeluhkan sikap suaminya yang mungkin mudah memukul, Nabi SAW pun mengatakan, bahwa para suami yang suka memukul istri bukanlah orang terbaik diantara kalian.

Cerita diatas ini disebutkan dalam kitab Sunan Abi Dawud, juga dalam Sunan Ibnu Majah, ad-Darimi, Ibnu Hibban dan al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak 'alaa as-Shahihaini, dan dia mengatakan bahwa hadis ini sanadnya shahih, tapi Imam Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkannya, Imam adz-Dzahabi-pun menyetujuinya.

*** ***

Kesimpulannya, bahwa suami terbaik berdasarkan paparan diatas ada tiga indikatornya, suka berbuat baik kepada istrinya, suka memuliakan istrinya, dan tidak pernah memukul istrinya. Catatan khusus untuk indikator ketiga, bahwa suami yang baik dalam arti yang sebenarnya, sepertinya tidak akan mungkin didampingi wanita yang jelek dan buruk peranginya, karena janji Allah SWT, dalam QS. An-Nur ayat 26.

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ. (سورة النور : ٢٦)

Artinya : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga). (QS. An-Nur : 26)

Ayat diatas turun untuk menolak tuduhan orang-orang munafiq, yang menuduh Aisyah Ummul Mu'miniin, istri Rasulullah SAW yang telah dituduh berbuat serong atau selingkuh dengan laki-laki lain oleh kaum munafiqun, peristiwa ini dikenal dalam catatan sejarah dengan sebutan "haditsul ifki".

Meskipun sebab turunnya ayat diatas adalah sebab khusus, tetapi nilai yang terkandung dalam ayat tersebut tentu saja bersifat umum. Para ulama menyebutnya dengan istilah "al-Ibratu bi 'umuumil lafdzi, laa bi khusuushis sabab. Dengan demikian jika ada suami yang istrinya nusyuz, bisa jadi itu pertanda bahwa dia belum mampu menjadi suami terbaik. Wallahu a'lamu bis showwaab. [] @ ahu.

*) Penulis adalah pengajar materi Fiqh di Ponpes Mahasiswi al-Fadhilah Santan Maguwoharjo.

Sampangan Lor,
Selasa, 21 Muharram 1437 H / 3 November 2015 M

Related

Tarikh 5664239202787940965

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item